Suku
Gumai
Suku
Gumai (Gumay), adalah salah satu suku yang
mendiami beberapa daerah di kabupaten Lahat provinsi Sumatra Selatan. Suku
Gumai terdiri dari 3 marga, yaitu Marga Gumai Talang, Marga Gumai Lembak dan
Marga Gumai Ulu. Ketiga komunitas marga (klan) ini saling hidup berdampingan
pada suatu wilayah yang menjadi cikal bakal kota Lahat. Ketiga marga ini hidup
dalam satu adat, yaitu adat Gumai.
Setelah terbentuknya masa pemerintahan Republik Indonesia,
wilayah adat marga suku Gumai dibagi menjadi dua kecamatan. Dan wilayah
pemukiman ketiga marga ini pun terpisah oleh dua sebutan nama wilayah, yaitu
kecamatan Pulau Pinang tempat beradanya Marga Gumai Lembak dan Gumai Ulu,
sedangkan Gumai Talang menjadi bagian dari kecamatan Kota Lahat.
Istilah marga yang pada awalnya adalah suatu istilah menyebut klan atau wilayah adat pada suku Gumai. Tetapi beberapa waktu belakangan ini, marga semakin penting fungsinya, karena saat ini beberapa anggota suku Gumai telah mencantumkan marga Gumai di belakang nama depannya. Misalnya Rudi Gumai atau Natalia Gumai. Penggunaan marga yang disandingkan dengan nama depan, menunjukkan tempat asal usul, keturunan maupun nama keluarga, yang menjadi identitas diri bagi masyarakat suku Gumai.
Peranan marga pada suku Gumai, merupakan suatu sistem hukum adat bagi masyarakat suku Gumai. Bagi ketiga marga Gumai, yaitu Marga Gumai Talang, Gumai Ulu dan Gumai Lembak, ini menjadi identitas bahwa mereka berasal dari satu rumpun yang sama.
Suku Gumai dalam meneruskan keturunan mereka berdasarkan
sistem patrilineal, yang mana marga diturunkan berdasarkan garis keturunan
bapak. Jadi sang anak menerus garis keturunan sang bapak menurut marga asal
mereka.
Bahasa yang diucapkan oleh masyarakat suku Gumai, disebut
sebagai bahasa Lematang. Bahasa Lematang ini juga diucapkan oleh suku Lematang
yang hidup di bagian lain di Sumatra Selatan. Walaupun suku Gumai berbicara
dengan bahasa yang sama dengan suku Lematang, tetapi di antara kedua suku ini
tidaklah Serumpun. Suku Gumai justru serumpun dengan suku Pasemah dan suku
Semidang. Mereka juga memiliki aksara kuno, yaitu aksara ke-ge-nge
(huruf rincung) yang disebut juga sebagai Surat Ulu.
Seni dan kebudayaan suku Gumai terdiri dari beberapa
tari-tarian, lagu-lagu daerah dan sastra lisan, seperti guritan dan pantun
bersahut serta pencak silat serta alat musik yang menjadi ciri khas suku Gumai
yang berupa ginggung, serdam, rebab, kenung dan gong.
Suku Gumai saat ini secara mayoritas adalah pemeluk agama
Islam yang taat melaksanakan syariat dalam agama yang mereka anut.
Salah
satu upacara suku Gumai adalah Ritual Adat Sedekah, yang mengandung tradisi
kuno seperti pada masa sebelum mereka memeluk agama Islam, yaitu beberapa
upacara adat yang masih terkandung unsur animisme dan dinamisme, yang
kemungkinan berasal dari masa nenek moyang mereka. Upacara ritual adat ini
berupa sesaji yang terdiri dari bubur malam 14, bubur biasa, kue apam, lemang,
punjung telur, daun sirih, daun gambir, kapur sirih, ayam putih kuning, ayam
putih pucat dan cangkir-cangkir yang berisi air jernih. Adat sedekah malam 14
ini semacam suatu untuk berkomunikasi antara Jurai Kebali’an (seorang pimpinan
Gumai) dengan Tuhan.
Tentang
asal-usul suku Gumai ini, memiliki banyak versi yang rata-rata hanya cerita
rakyat berbentuk mitos-mitos yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Namun
diperkirakan suku Gumai ini adalah salah satu dari bangsa deutro malayan yang
hijrah bermigrasi secara besar-besaran menuju asia tenggara, yang mana salah
satu kelompok adalah suku Gumai yang mendarat di pantai Sumatra sebelah timur.
Salah satu cerita rakyat Gumai, adalah bahwa asal
muasal keturunan suku Gumai pertama kali berawal dari bukit Siguntang.
Dikisahkan tentang seorang yang bernama Diwe Gumai lah yang menjadi orang Gumai
pertama, yang keturunannya menjadi masyarakat suku Gumai sekarang.
Cerita rakyat lain, mengisahkan bahwa suku Gumai sebenarnya
masih berkerabat dengan suku Lampung, yang kemungkinan besar mereka satu nenek
moyang dengan suku Lampung, atau bisa juga mereka berasal dari keturunan suku
Lampung yang bermigrasi ke wilayah suku Gumai sekarang ini.
Kehidupan masyarakat Gumai bersifat gotong royong dalam
usaha pertanian dan usaha kemasyarakatan lainnya. Pada masa dahulu, suku Gumai
ini termasuk suku-bangsa yang menerapkan hidup secara nomaden yang
mempraktekkan hidup secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain, demi mencari lahan baru untuk membuka perladangan. Dahulu mereka juga
berburu binatang liar di hutan untuk memenuhi sumber kehidupan mereka. Saat ini
mereka telah memasuki era yang lebih maju, dan telah hidup menetap serta
membuka lahan pertanian sawah dan perladangan.
1 komentar:
tolong sanak cerita agak panjang tentang suku jeme kite
Posting Komentar