SUKU
ASMAT - PAPUA
Serba-Serbi Suku Asmat
Suku Asmat adalah nama dari sebuah
suku terbesar dan paling terkenal diantara sekian banyak suku yang ada di
Papua, Irian Jaya, Indonesia. Salah satu hal yang membuat suku asmat cukup
dikenal adalah hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen
/ motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan
patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek
moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun tak berhenti sampai
disitu, seringkali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu
atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa
nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir
kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual
untuk mengenang arwah para leluhurnya.
Pertentangan
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan
adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh
dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada
seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan
memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.
Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan hilang resmi dari ingatan.
Mata Pencaharian
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku
yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat
darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari
nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular, kasuari< burung< babi
hutan dll. mereka juga selalu meramuh / menokok sagu sebagai makan pokok dan
nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku
ini ternyata telah berubah.Sehari-hari orang Asmat bekerja dilingkungan
sekitarnya,terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun,
yang tentunya masih menggunakan metode yang cukup tradisional dan sederhana.
Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka
adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan atau daging
binatang hasil buruan.Masakan suku Asmat tidak seperti masakan kita. Masakan
istimewa bagi mereka adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya
memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan.Dalam kehidupan suku Asmat
“batu” yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka.
Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan
karena tempat tinggal suku Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit
menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat
kapak, palu, dan sebagainya.
Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat,mereka
merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat
menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat hidup
mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan,
buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka
Cara Merias Diri
Suku asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka.
mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk
menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah
dihaluskan. sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang
dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan
tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai
tubuh.Ada istiadat suku asmat
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan
masuknya para Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama
lain selain agam nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut
berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam. Seperti
masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku
Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu :
- Kehamilan,
selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik
agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung alau ibu
mertua.
- Kelahiran,
tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan
secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan
Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya,
diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
- Pernikahan,
proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia
17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah
pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita
dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang
kesepakatan kapal perahu Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam
penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan
selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya
walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
- Kematian,
bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan
dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila
masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan
nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota
keluarga yang ditinggalkan.
0 komentar:
Posting Komentar